Pajak Emas Bullion Bank 0,25 Persen Berlaku, Konsumen Akhir Dibebaskan Pajak

Pajak Emas Bullion Bank 0,25 Persen Berlaku, Konsumen Akhir Dibebaskan Pajak

republikpost.com – Pemerintah Indonesia resmi menerapkan kebijakan baru soal perpajakan emas per 1 Agustus 2025. Dalam aturan tersebut, emas yang diperdagangkan oleh bullion bank akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,25 persen, sementara konsumen akhir dibebaskan dari kewajiban pajak. Kebijakan ini langsung menarik perhatian para pelaku pasar emas, investor, dan masyarakat umum karena membawa perubahan signifikan dalam skema perpajakan sektor logam mulia.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya reformasi fiskal yang menyasar optimalisasi pendapatan negara tanpa membebani konsumen akhir. Selain itu, pemerintah juga ingin memperluas basis pajak dari sektor emas, yang selama ini masih banyak dijual secara informal.

Apa Itu Bullion Bank dan Peranannya di Pasar Emas?

Sebelum masuk ke teknis perpajakan, penting untuk memahami apa itu bullion bank. Secara sederhana, bullion bank adalah lembaga keuangan yang melakukan perdagangan emas fisik dalam skala besar. Mereka biasanya menjadi penghubung antara produsen emas, bank sentral, institusi keuangan, dan pedagang emas di seluruh dunia.

Di Indonesia, konsep bullion bank mulai dikenal luas seiring dengan upaya pemerintah mendukung ekosistem perdagangan emas yang lebih transparan dan modern. Dengan adanya bullion bank, transaksi emas menjadi lebih terstruktur, tercatat, dan bisa diawasi oleh otoritas terkait.

Dalam praktiknya, bullion bank bisa menyediakan jasa jual-beli emas, penyimpanan emas (custody), hedging, hingga pembiayaan berbasis emas. Maka dari itu, kebijakan perpajakan terhadap bullion bank ini berperan penting untuk mengatur arus transaksi emas secara nasional.

Skema Pajak Emas Bullion Bank: Siapa yang Kena dan Siapa yang Tidak?

Sesuai ketentuan baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), mulai Agustus 2025, emas batangan yang diperjualbelikan melalui bullion bank akan dikenakan PPh Final 0,25%. Tapi perlu dicatat, pajak ini tidak dikenakan kepada konsumen akhir, melainkan hanya pada entitas yang melakukan aktivitas perdagangan dalam rantai distribusi emas, seperti importir, distributor besar, dan lembaga keuangan.

Berikut ini skemanya secara sederhana:

  • Pelaku usaha (importir, pedagang besar): dikenakan PPh final 0,25%

  • Bullion bank (sebagai distributor utama): wajib memotong dan menyetor pajak

  • Konsumen akhir (perorangan): dibebaskan dari kewajiban pajak

Dengan skema ini, pemerintah ingin menciptakan sistem pajak yang adil dan tidak membebani masyarakat luas yang membeli emas untuk investasi atau simpanan pribadi.

Tujuan Kebijakan Pajak Emas Ini: Meningkatkan Transparansi & Penerimaan Negara

Penerapan pajak emas bullion bank bukan hanya semata-mata untuk menambah pemasukan negara. Kebijakan ini juga bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan transparansi perdagangan emas, terutama perdagangan besar yang selama ini masih dilakukan secara konvensional atau bahkan gelap.

  2. Memperluas basis pajak, karena sektor logam mulia selama ini masih sulit dijangkau sistem perpajakan resmi.

  3. Mendorong penggunaan bullion bank sebagai bagian dari sistem keuangan nasional, yang akan mempermudah pengawasan dan pencatatan transaksi.

  4. Menyederhanakan skema pajak dengan hanya mengenakan pajak di hulu (distributor besar) dan membebaskan konsumen akhir dari beban administrasi.

Dengan cara ini, Indonesia diharapkan bisa lebih setara dengan negara-negara maju dalam mengatur perdagangan dan perpajakan emas batangan.

Dampak Kebijakan terhadap Harga Emas dan Pasar

Satu hal yang dikhawatirkan dari kebijakan pajak emas adalah kemungkinan naiknya harga emas di tingkat konsumen. Namun, dengan dibebaskannya konsumen akhir dari kewajiban pajak, maka kenaikan harga diprediksi sangat minim atau bahkan tidak ada sama sekali.

Beberapa dampak yang mungkin terjadi:

  • Kenaikan biaya distribusi bagi pedagang besar, karena mereka harus menanggung PPh 0,25%

  • Konsumen tetap untung, karena tidak ada beban tambahan pajak saat membeli emas

  • Transaksi melalui bullion bank akan meningkat, karena skema perpajakan yang lebih jelas dan aman

  • Minat investasi emas bisa tetap terjaga, terutama untuk jangka panjang

Pelaku pasar juga menyambut positif kebijakan ini karena memberikan kepastian hukum dan mengurangi potensi interpretasi ganda atas aturan perpajakan sebelumnya.

Perbedaan Pajak Emas Dulu dan Sekarang

Sebelum kebijakan ini diberlakukan, pajak emas memiliki skema yang cukup rumit. Berikut perbandingan sederhananya:

Komponen Sebelum 1 Agustus 2025 Setelah 1 Agustus 2025
PPh pedagang besar Bervariasi (hingga 0,45%) Tetap, tapi disederhanakan jadi 0,25%
PPN konsumen akhir Kadang berlaku, kadang tidak Dihapus untuk konsumen akhir
Pajak di tiap rantai Tidak jelas Jelas, hanya di hulu
Transaksi informal Masih tinggi Ditekan dengan regulasi bullion bank

Dengan adanya peraturan yang lebih terstruktur, transaksi jual beli emas akan semakin tercatat dengan baik, dan tentunya lebih aman dari sisi regulasi.

Next post Viral Gerhana Matahari Total 2 Agustus 2025, Ini Penjelasan Lengkap dari BMKG