
Ledakan Tren Thrift Fashion di Indonesia 2025: Antara Gaya, Ekonomi, dan Keberlanjutan
Ledakan Tren Thrift Fashion di Indonesia 2025: Antara Gaya, Ekonomi, dan Keberlanjutan
Tahun 2025 menjadi puncak dari fenomena thrift fashion di Indonesia. Jika dulu membeli pakaian bekas dianggap memalukan atau identik dengan kalangan menengah ke bawah, kini thrifting justru menjadi simbol gaya hidup kreatif, sadar lingkungan, dan melek finansial di kalangan anak muda.
Pasar baju bekas melonjak drastis, baik di pasar offline seperti Pasar Senen, Gedebage, dan Pasar Cimol, maupun di platform online seperti Shopee, Tokopedia, Carousell, Instagram, dan TikTok Shop. Banyak Gen Z bahkan menjadikannya bisnis utama dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan.
Artikel ini membahas secara mendalam ledakan thrift fashion di Indonesia tahun 2025: akar pertumbuhannya, pola perilaku konsumen, dampak ekonomi & lingkungan, peluang industri baru, serta tantangan regulasi yang menyertainya.
Akar Munculnya Tren Thrifting di Kalangan Anak Muda
Ada beberapa faktor utama yang mendorong tren thrifting melonjak:
1. Harga barang baru makin mahal
Harga pakaian branded naik tajam karena inflasi global dan biaya logistik. Thrift menawarkan alternatif berkualitas tinggi dengan harga sangat rendah.
2. Krisis ekonomi pasca pandemi
Pandemi membuat banyak anak muda kehilangan penghasilan. Thrift jadi cara hemat untuk tetap tampil stylish tanpa menguras tabungan.
3. Kesadaran lingkungan
Fast fashion menghasilkan limbah tekstil sangat besar. Thrift mendaur ulang pakaian lama sehingga lebih ramah lingkungan.
4. Pengaruh media sosial & budaya vintage
Instagram dan TikTok penuh konten mix-and-match pakaian thrift. Gaya vintage, Y2K, dan old money look kembali populer.
5. Peluang bisnis baru
Modal kecil dan margin besar membuat thrift menjadi ladang bisnis menarik bagi anak muda digital-savvy.
Gabungan faktor ekonomi, budaya, dan lingkungan ini menciptakan ekosistem thrift fashion yang masif di 2025.
Pola Konsumsi Baru Generasi Z dan Milenial
Thrift fashion mengubah cara generasi muda memandang pakaian:
-
Mereka tidak mengejar barang baru, tapi barang unik dan bermerek meskipun bekas.
-
Mereka bangga menemukan “hidden gems” dengan harga murah (hunting thrill).
-
Mereka memprioritaskan styling dan personal branding, bukan logo besar atau harga mahal.
-
Mereka senang mix and match thrift + lokal brand untuk menciptakan identitas gaya khas.
-
Mereka sering menjual ulang pakaian setelah bosan, menciptakan sirkulasi fashion berkelanjutan.
Bagi banyak anak muda, thrift bukan soal kebutuhan, tapi gaya hidup sadar mode (conscious fashion lifestyle).
Ledakan Pasar Online Thrift Fashion
Selain pasar fisik, pertumbuhan thrift fashion paling pesat terjadi di platform digital:
-
Marketplace besar seperti Shopee & Tokopedia punya ribuan toko thrift khusus fashion branded.
-
TikTok Shop dan Instagram Live menjadi kanal utama penjualan real-time.
-
Banyak seller memanfaatkan algoritma FYP untuk menjual pakaian satuan dengan video estetik.
-
Aplikasi Carousell, Thryfty, dan OLX menyediakan fitur preloved fashion khusus.
Banyak anak muda menjadikan thrift sebagai side hustle atau bisnis utama. Beberapa toko berhasil menjual ribuan item per bulan dengan margin keuntungan 100–300%.
Mereka memanfaatkan strategi branding, konten kreatif, dan personalisasi gaya untuk membedakan diri dari penjual lain.
Perputaran Ekonomi yang Diciptakan
Thrift fashion menciptakan perputaran ekonomi besar:
-
Menyerap ribuan pekerja di rantai pasok: importir, penyortir, penjahit reparasi, kurir, fotografer produk.
-
Menjadi sumber penghasilan baru bagi pelajar dan mahasiswa.
-
Menghidupkan pasar tradisional dan UMKM yang menjadi pusat distribusi baju bekas impor.
-
Mendorong inovasi daur ulang & upcycling: banyak brand lokal mendesain ulang pakaian thrift jadi produk baru.
-
Menyumbang pendapatan pajak daerah dari sewa kios dan transaksi online.
Ekosistem thrift kini menjadi bagian penting industri kreatif fesyen nasional.
Dampak Lingkungan yang Positif
Thrift fashion juga membawa dampak positif terhadap lingkungan:
-
Mengurangi limbah tekstil: Indonesia membuang jutaan ton pakaian setiap tahun.
-
Mengurangi emisi karbon: produksi pakaian baru menyumbang 10% emisi industri global.
-
Memperpanjang umur pakaian dan menurunkan konsumsi air & energi untuk produksi baru.
-
Menumbuhkan kesadaran konsumen tentang sustainable fashion.
Karena itu, thrift sering dianggap sebagai “gerakan ramah lingkungan dari akar rumput” yang dipimpin generasi muda.
Tantangan Regulasi dan Isu Legalitas
Meski populer, industri thrift menghadapi tantangan besar dari sisi regulasi:
1. Larangan impor pakaian bekas
Pemerintah Indonesia sebenarnya melarang impor pakaian bekas sejak 2015 karena alasan kesehatan dan perlindungan industri tekstil lokal. Namun, barang tetap masuk lewat jalur tidak resmi.
2. Kurangnya standarisasi sanitasi
Banyak pakaian bekas tidak melewati proses pencucian/disinfeksi standar, menimbulkan kekhawatiran kesehatan.
3. Persaingan dengan industri tekstil baru
Industri pakaian lokal menilai banjir barang bekas menurunkan permintaan produk baru dan mengancam lapangan kerja.
4. Minimnya regulasi pajak
Sebagian besar bisnis thrift online belum membayar pajak meski beromzet besar.
Pemerintah menghadapi dilema: ingin mendukung ekonomi kreatif, tetapi juga harus melindungi industri tekstil dan kesehatan publik. Hingga 2025, regulasi thrift masih abu-abu.
Peluang Industri Pendukung Thrift
Tren thrift menciptakan peluang baru di sektor-sektor terkait:
-
Layanan laundry & disinfeksi profesional khusus pakaian bekas.
-
Jasa styling & personal shopper thrift untuk membantu konsumen menemukan barang yang cocok.
-
Platform digital curated thrift yang hanya menjual barang berkualitas premium.
-
Brand lokal upcycling yang mengolah thrift menjadi produk baru (patchwork, remake, custom design).
-
Workshop edukasi sustainable fashion untuk sekolah dan komunitas muda.
Industri pendukung ini memperluas nilai ekonomi thrift sekaligus meningkatkan profesionalisme pasarnya.
Dampak Sosial Budaya
Thrift fashion juga membawa perubahan sosial:
-
Menghapus stigma sosial pakaian bekas. Dulu dianggap miskin, kini dianggap kreatif dan sadar lingkungan.
-
Mendorong ekspresi diri & keberagaman gaya. Anak muda merasa bebas bereksperimen tanpa takut rugi.
-
Memperkuat komunitas anak muda. Banyak komunitas thrift lokal saling tukar barang dan saling promosi.
-
Mendorong kesetaraan ekonomi. Gaya keren tak lagi eksklusif untuk yang kaya; semua orang bisa tampil stylish murah.
Thrift menggeser fesyen dari simbol status menjadi media ekspresi personal yang inklusif.
Masa Depan Thrift Fashion di Indonesia
Tren thrift diprediksi akan terus tumbuh dalam 5–10 tahun ke depan:
-
Menjadi arus utama industri fesyen sejajar dengan fast fashion dan modest fashion.
-
Pemerintah kemungkinan melegalkan impor pakaian bekas bersih & steril dengan regulasi ketat.
-
Muncul marketplace preloved khusus Indonesia yang menyaingi Carousell atau Depop.
-
Banyak brand fesyen besar akan membuka lini “second chance” khusus produk bekas mereka sendiri.
-
Konsumen makin peduli pada sirkularitas dan dampak lingkungan dari pakaian.
Dengan pasar anak muda yang besar, tren media sosial yang mendukung, dan kesadaran lingkungan yang tumbuh, Indonesia berpotensi menjadi pusat thrift fashion Asia Tenggara.
Kesimpulan
Thrift Fashion Jadi Simbol Gaya Baru Generasi Muda Indonesia
Dari stigma barang bekas menjadi simbol kreativitas, thrift menunjukkan perubahan besar pola konsumsi fesyen anak muda: sadar gaya, sadar lingkungan, dan sadar finansial.
Tapi Butuh Regulasi agar Tidak Merusak Industri Tekstil Lokal
Tanpa standarisasi kesehatan, pengawasan impor, dan sistem pajak, thrift bisa merugikan industri pakaian baru. Pemerintah dan pelaku thrift perlu duduk bersama membangun ekosistem berkelanjutan.
Referensi